Saturday, November 18, 2006

Yang Jaya, Yang Terjerumus

Thaksin Shinawatra
Yang Jaya, Yang Terjerumus


Thailand merupakan sebuah negara berbentuk monarkhi konstitusional. Rajanya, Bhumibol Adulyadej, adalah lambang jati diri dan persatuan negeri, dan dihormati oleh Thailand sejak ia bertahta pada Juni 1946. Perdana Menterinya, Thaksin Shinawatra, adalah pemimpin pemerintahan yang baru saja dikudeta oleh pihak militer.
Lahir di wilayah utara kota Chiang Mai, Thaksin mengawali karirnya sebagai petugas polisi. Pada 1973 ia memperoleh beasiswa negara untuk studi master di bidang hukum kriminal di Amerika Serikat.
Sepulangnya dari Amerika, Thaksin terjun ke dunia bisnis, dan selama akhir 1980-an mulai membangun kerajaan telekomunikasinya, dibantu oleh adanya monopoli yang dilakukan oleh negara.
Ia mendirikan partai Thai Rak Thai (Thai Mencintai Thai) pada 1998, dan kemunculannya dengan cepat mengubah wajah politik Thailand. Thaksin Shinawatra lantas menjadi figur yang sangat berpengaruh dalam politik negeri Siam.
Thaksin marak menjadi Perdana Menteri Thailand pada 2001 setelah secara telak mengalahkan kandidat dari partai Demokrat. Orang-orang miskin yang memegang kertas suara sepakat bulat untuk memilih Thaksin sebab ia menjanjikan murahnya pelayanan kesehatan, juga pembebasan hutang. Thaksin pun disukai karena platform nasionalisnya dan kritikannya pada kelompok “elite Bangkok”.
Para pelaku bisnis besar pun suka dengan gaya CEO Thaksin dalam memerintah, juga kebijakan-kebijakan “Taksinomik”-nya menciptakan ledakan pasar di masa ketika krisis keuangan di Asia dimulai pada akhir 1990-an. Thaksin juga memperoleh dukungan besar ketika menangani bencana tsunami 2004 yang menyapu pantai barat-daya Thailand.
Hanya, persoalan yang melanda Thailand kemudian tidaklah begitu mudah. Di Selatan, Thaksin harus menangani bangkitnya kelompok sektarianisme muslim. Ia harus menerima tekanan banyak orang karena merebaknya kasus flu burung, juga kritik atas caranya menangani kejahatan dalam negeri—terutama kematian 2.500 orang dalam perang candu (2003), yang bukannya melambungkan namanya tetapi malah menjadi bumerang bagi pemerintahannya.
Setiap kali Thaksin mengendarai badai, para pendukungnya selalu menjaga dengan sangat hati-hati. Tetapi Shin Corp rupanya menjadi badai yang tak tertanggungkan. Penjualan saham Shin Corp memaksa Thaksin harus meniti jembatan rapuh di atas jurang terjal politik. Masih mengandalkan dukungan para pemilihnya, Thaksin selamat sampai ke seberang. Dalam pemilu istimewa yang diselenggarakan oleh pemerintahan atas keinginan Thaksin, ia menang. Rakyat miskin masih mencintainya. Tetapi faktor paling signifikan adalah tidak ikutnya para penentang dalam pemilu itu. Jadi kemenangan partai Thai Rak Thai seperti tiada arti, tidak legitimate.
Itu pun tidak berlangsung lama. Moncong tank Angkatan Darat menanti Thaksin di seberang jurang itu. Sebelummya Thaksin memecat Panglima Angkatan Darat Jenderal Sonthi Boonyaraglin, dan memintanya melapor ke kantor Perdana Menteri. Gara-garanya, Thaksin mencium adanya gelagat buruk di pusat kepemimpinan negeri Gajah Putih. Thaksin menduga (lagi-lagi) akan ada kudeta, dan memberlakukan keadaan darurat (19/9). Waktu itu ia sudah berada di Amerika Serikat untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB.
Sekarang tentara sudah menguasai badan-badan penting pemerintahan. Mereka memberlakukan keadaan perang (Darurat Militer), mencabut Konstitusi 1997, membekukan parlemen, kabinet, dan Mahkamah Agung. Malah, Sonthi Boonyaratglin mengumumkan di TV bahwa tentara pun bersatu dalam kudeta kali ini, dan telah menghadap Raja Bhumibol untuk meminta restu.

Dani Wicaksono

No comments: