Saturday, November 18, 2006

Menyejukkan Dunia yang Makin Panas

Tugas Berat Sekjen PBB
Menyejukkan Dunia yang Makin Panas

Sejak enam tahun lampau, kita melihat dunia sebagai padang dari hamparan peristiwa yang penuh dengan selebrasi dan refleksi. Dunia benar-benar gegap-gempita ketika jarum jam di angka duabelas menunjukkan kedatangan milenium baru. Manusia dari segala budaya turun ke jalan-jalan, merayakan harapan tentang masa depan yang lebih baik.
Kofi Annan yakin betul akan masa depan yang baik pada saat itu. Pada “Millennium Summit” menjelang tahun 2000, ia bersemangat menyampaikan kebaikan-kebaikan dunia, langkah-langkah PBB ke depan, dan refleksi akan manusia dan kemanusiaan secara umum. Namun setelahnya, kita terpaksa beralih ke fakta bahwa dunia yang nyata adalah dunia yang babak belur dihajar arogansi manusia, bencana, dan segala kemalangan.
Serbuan AS ke Afghanistan dan Irak bisa menjadi contoh. Serangan teroris Al Qaeda ke WTC bisa menjadi misal. Badai Katrina dan gelombang Tsunami, juga gempa, bisa menjadi tamsil. Selebihnya, kita bisa menyebutkan sejumlah perkara besar: semakin tipisnya lapisan ozon, kebakaran hutan di mana-mana, pembangkitan nuklir di beberapa negara seperti Iran, India, Pakistan, dan Korea Utara, konflik Israel-Palestina yang tak kunjung selesai, semakin beraninya kegiatan terorisme, kelaparan dan gizi buruk, AIDS dan Avian Flu, perdagangan manusia, laju globalisasi yang ganas, sumur minyak yang cenderung habis, dan sebagainya, dan sebagainya.
Sebagaimana kata Kofi Annan suatu ketika, PBB didirikan sejak 24 Oktober 1945 demi menengahi segala persoalan manusia di atas bumi. PBB menjadi wadah dari masyarakat internasional yang memiliki beragam kepentingan dan ambisi. Sekaligus, PBB menjadi mediator yang mendamaikan segala konflik (perang saudara di Rwanda), penolong dari pelbagai bencana (Tsunami), dan pendingin suasana dari hal-hal yang dirasa panas (perang Israel-Hizbullah). Singkatnya, PBB menjalankan fungsi utamanya sebagai badan internasional paling berdaulat yang tidak mengurusi hal-hal yang sebaiknya terjadi (thing wishes to be), tetapi segala perkara yang sesungguhnya terjadi (thing as it is).
Menjadi Sekretaris Jenderal PBB, dengan demikian, menjadi orang di garda paling depan untuk mengurusi segala problem. Ia dituntut untuk peka terhadap situasi, netral terhadap segala bias kepentingan, dan, yang terpenting, menasbihkan solusi. Tetapi ia tidak boleh semena-mena. Ia dibatasi oleh Piagam PBB, terikat oleh sejarah, dan dibebani oleh kepercayaan dari banyak negara. Dan karena persoalan yang muncul di dunia ini berbanding lurus dengan jumlah bintang di langit atau jumlah orang di atas bumi, maka Sekjen PBB adalah pekerjaan paling berat yang pernah diciptakan oleh manusia.
Efektivitas, kekuatan, dan otoritas moral dari seorang Sekjen PBB lantas tidak semata ditentukan oleh dirinya sendiri. Tanggung jawabnya musykil dikerjakan sendirian. Perannya seringkali teramat dilematis dan berbahaya. Ia berada di antara dua sisi mata uang, berdiri di tengah kutub negatif dan positif, atau terpacak sebagai sebuah jembatan penyeberangan. Kofi Annan sendiri lebih suka menyebut peran yang dilakoninya ibarat orang yang “meniti tali internasional yang tipis dan tiada ujung” (The New York Times, 19 Januari 1999). Kofi Annan menegaskan adanya prinsip keseimbangan atau keberimbangan.
Ia yang sudah dua kali menjabat sebagai pemimpin organisasi terbesar dunia tentulah paham bahwa seorang Sekjen PBB mesti bekerja keras untuk menghalang-halangi agresi dari sebuah negara ke negara lain, serta mengutamakan perdamaian dunia di atas segalanya. Ia harus berteriak lantang atas nama hak asasi manusia yang universal, meratap atas nama korban-korban penindasan atau pelecehan, dan menyiarkan nilai-nilai toleransi, demokrasi, dan semua yang dirasa universal. Ia menantang segala keraguan, ambiguitas, dualisme, dan meniti tali tipis di antara kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, hitam dan putih, pahlawan dan pecundang, blok dan non-blok, serta segenap oposisi biner lainnya. Ia pun harus memilih yang prioritas di antara semua yang tampaknya penting, melangkah dengan waspada sekaligus pasti. Seraya meniti tali yang tipis itu, Sekjen PBB harus menjalankan fungsinya sebagai moderator dunia.
Selama lima tahun periode kepemimpinan, Sekjen PBB pasca-Annan harus tetap sadar bahwa PBB bukanlah semata-mata alat untuk mendamaikan dunia. Dalam dirinya sendiri, PBB dan Sekjen-nya bukanlah sekadar simbol akan adanya persatuan dunia. Ia sekaligus adalah tujuan dan jalan. Sebagaimana termaktub secara jelas di dalam pasal pertama Piagam-nya, PBB dan setiap Sekjen harus mengutamakan penyelesaian damai untuk setiap konflik; mengembangkan solusi-solusi kooperatif untuk problem-problem sosial, budaya, humanitarian, dan ekonomi; dan bertindak selaras dengan hukum dan keadilan internasional.
Kesemuanya itu meniscayakan satu hal: bahwa tugas PBB bukan cuma bersifat politis, melainkan juga sosial, budaya, dan ekonomi. Pongahnya politik AS, tampilnya Rusia dan Jepang, maraknya oposisi dunia seperti yang dilakukan oleh Mahmoud Ahmadinejad dan Hugo Chavez, ancaman nuklir Korea Utara, terpuruknya Irak pasca-Saddam Hussein, atau semakin beraninya serangan teroris, hanyalah sedikit persoalan dari dunia yang semakin hari semakin panas ini. Dengan masa lalu, dengan prinsip kepemimpinan dan perdamaian, dengan Piagam-nya, PBB masih pula harus mengurusi persoalan kerusakan lingkungan, menipisnya cadangan energi tak terbarukan, penyakit, globalisasi yang menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi, juga pelbagai bencana yang disebabkan oleh alam maupun manusia.
Sekjen baru yang akan menggantikan tugas Kofi Annan pada 31 Oktober (resminya setelah 31 Desember) nanti niscaya adalah figur yang ulet dan tahu benar menjaga keseimbangan dunia. Meskipun pendahulu Annan, Dag Hammarskjold, pernah menyatakan bahwa “ini bukanlah mengenai orang, melainkan tentang institusi”, Ban Ki-Moon (Korsel), Pangeran Zeid al Hussein (Yordania), Jayantha Dhanapala (Sri Lanka), Ashraf Ghani (Afghanistan), Shashi Tharoor (India), atau Vaira Vike-Freiberga (Latvia), atau siapa saja yang terpilih kelak, tetap harus menunjukkan tanggung jawab individual sebagai seorang Sekjen.
Kofi Annan telah bertindak nyaris sempurna dalam meredam agresivitas politik luar negeri AS dan sekutu-sekutunya, bersikap netral terhadap konflik-konflik internasional, dan menegakkan resolusi PBB tentang pelucutan senjata nuklir. Annan juga telah menunjukkan kepedulian luar biasa terhadap segala persoalan duniawi dan kemanusiaan. Maka, tugas penerusnya adalah menyempurnakan semuanya—kalau bisa.

Dani Wicaksono/globalpolicy.org/NYT/AP/Wikipedia

No comments: