Saturday, November 18, 2006

Satu Melawan Amerika Serikat dan Sekutu

Satu Melawan Amerika Serikat dan Sekutu

Sosok Osama bin Laden benar-benar kontroversial dan legendaris. Dalam dunia terorisme, barangkali ia adalah patron yang tak tertandingi. Ia begitu perkasa, berani, dan tak tersentuh. Ia adalah orang tua yang belum juga berumur 50 tahun (lahir 28 Juni 1957), yang memiliki kekuatan seorang ubermensch, yang berani menantang negara adidaya seperti Amerika dan sekutu-sekutunya.
Pada 1979, Osama memang bertempur bersama Amerika Serikat untuk melawan Soviet yang menginvasi Afghanistan. Osama dan AS bekerjasama secara erat tatkala itu. Osama memiliki Al Qaeda dan jaringan bisnisnya dan tentara-tentara militannya, sementara AS memiliki kepentingan politik untuk menahan persebaran komunime, sekaligus melebarkan pengaruhnya di dunia Muslim. Bedanya waktu itu: Osama adalah seorang individual yang membawahi sebuah organisasi, sementara AS adalah sebuah negara adidaya yang sedang Perang Dingin dengan Uni Soviet. Osama berjuang demi membela Islam, sementara AS berperang demi mempertahankan arogansi adikuasanya. Osama menderma dana melalui jalur-jalur kekayaan dan kaitan hubungan keluarganya bagi gerakan pertahanan Afghan, dan membantu kaum Mujahidin dengan bantuan logistik dan bantuan kemanusiaan. Sementara AS membantu dengan melatih dan menyokong senjata untuk kelompok Taliban pimpinan Mullah Omar.
Baik Osama dan AS baru menemukan “hubungan sejatinya” ketika Soviet benar-benar enyah dari tanah Afghanistan. Osama pulang kembali ke Arab Saudi, dan berkarya pada perusahaan milik keluarga (Muhammad bin Laden, ayahnya adalah kontraktor yang sukses di Arab). Di sini ia kemudian terlibat bersama kelompok orang-orang Saudi yang berhaluan kiri dan menentang pemerintahan kerajaan/monarkhi Saudi, yang ketika itu dipimpin Raja Fahd. Sementara, AS bergerak aktif dalam politik luar negeri yang represif untuk menekan negara-negara inferior yang minta dibantu. AS dan sekutu-sekutunya (seperti Israel, Inggris, Australia) sibuk melakukan politik penindasan di kawasan-kawasan Islam seperti Iran, Irak, Afghanistan, Palestina, dan jazirah lainnya.
Osama dan Amerika Serikat pun bertemu kembali. Kali ini keduanya berhadap-hadapan sebagai musuh. Bagi Osama, upaya AS untuk mengeruk kekayaan minyak dari kawasan-kawasan Islam, mendikte pemerintahannya, merendahkan rakyatnya, dan menakut-nakuti semua pembelanya adalah penistaan terhadap saudara-saudaranya yang Muslim itu.
Osama berkata. “Semua kejahatan dan dosa yang dilakukan oleh Amerika adalah sebuah pengumuman yang jelas untuk berperang melawan Allah, pesyiar-Nya, dan Muslim.” Dan semua ulama, menurut Osama, pastilah setuju bahwa jihad merupakan tugas individual apabila musuh menghancurkan negeri-negeri Muslim. Perjuangan untuk mempertahankan agama dan kehormatan adalah kemuliaan bagi semua umat Muslim, dan itu adalah kewajiban yang sudah digariskan.
Amerika membalas bahwa Osama bertanggung jawab terhadap serangkaian aktivitas yang merugikan kepentingan-kepentingan Paman Sam. Maka sejak 1992, Pemerintah Amerika Serikat selalu mengejar angota-anggota Al Qaeda di Saudi Arabia, Yaman, dan Tanduk Afrika, termasuk di Somalia. Pada 1994, Pemerintah Saudi (mungkin atas desakan AS) ikut-ikutan memerangi Osama dengan mencabut hak kewarganegaraan Osama dan membekukan seluruh aset dan kekayaannya di seluruh negeri. Pemerintah Amerika Serikat juga melayangkan tuduhan bahwa Al Qaeda telah meniru gerakan-gerakan fundamentalis, seperti Al-Jihad di Mesir, Hizbullah di Iran, Front Islam Nasional di Sudan, dan kelompok-kelompok jihad lainnya di Yaman, Saudi Arabia, dan Somalia.
Maka, pecahlah perang Osama melawan Amerika. Pada 23 Februari 1998, Osama mengeluarkan fatwa bahwa membunuh semua orang Amerika dan sekutu-sekutunya—baik orang sipil maupun militer—adalah kewajiban individual untuk setiap orang Muslim di negara mana pun. Bersama fatwa itu, Osama segera memulai perjuangannya dengan meledakkan dua truk bermuatan bom di Kedubes AS di Nairobi, Kenya, 7 Agustus 1998. Sebagai balasannya, pada 20 Agustus 1998, Presiden Bill Clinton memerintahkan armada Kapal Perang Amerika Serikat untuk menggempur kamp-kamp di Afghanistan yang dicurigai sebagai sarang pelatihan teroris, juga penggempuran pabrik reaktor kimia di kota Khartoum, Sudan. Osama bin Laden bisa selamat dari serangan itu dan dijatuhi hukuman oleh Amerika Serikat karena telah merancang serangan terhadap fasilitas AS.
Osama bin Laden dan Amerika Serikat pun mengukuhkan sejatinya permusuhan. AS bersumpah akan memburu Osama hingga ke liang kubur, Osama berkaul hendak membangkrutkan dan menghancurkan AS. Masing-masing memiliki kekuatan dan pendukung yang besar. Masing-masing juga punya potensi untuk saling melukai. Sepanjang salah satu pihak tidak mau mengalah (dengan cara mengubah kebijakan yang tidak adil, misalnya), maka hubungan Osama-AS adalah perang yang abadi. Dan dunia sisanya seolah menjadi penonton yang selalu menahan napas.

Dani Wicaksono/Wikipedia/BBC/AP

No comments: