Saturday, November 18, 2006

Finlandia dan Uni Eropa: Saling Melengkapi

Finlandia dan Uni Eropa: Saling Melengkapi

Percobaan untuk menyatukan negara-negara Eropa sebenarnya telah dimulai sebelum terbentuknya negara-negara modern. Sejarah Eropa bahkan mencatat beberapa kali upaya penyatuan—sejak tiga ribu tahun lalu, ketika Eropa didominasi oleh bangsa Celtik, hingga kemudian ditaklukkan dan diperintah Kekaisaran Roma yang berpusat di Mediterania.
Hampir semua upaya penyatuan ini dilakukan dengan cara paksa. Kekaisaran Franks dari Charlemagne dan Kekaisaran Suci Roma menyatukan wilayah yang luas di bawah administrasi yang longgar selama beberapa ratus tahun. Belakangan, customs union di bawah Napoleon I pada 1800-an, dan invasi Hitler pada 1940-an hanya sebentar saja membuat Eropa bersatu.
Keanekaragaman koleksi bahasa dan budaya dari masing-masing negara Eropa, percobaan penyatuan ini biasanya melibatkan pendudukan militer dari negara yang ingin menguasai wilayah lain, yang akibatnya malah menciptakan ketidakstabilan. Salah satu percobaan penyatuan secara damai melalui kerjasama dan persamaan anggota dibuat oleh pasifis Victor Hugo pada 1851. Setelah Perang Dunia I dan Perang Dunia II, keinginan untuk mendirikan Uni Eropa semakin meningkat, didorong oleh keinginan untuk membangun kembali Eropa dan menghilangkan kemungkinan perang lainnya. Oleh karena itu dibentuklah European Coal and Steel Community oleh Jerman, Perancis, Italia, dan negara-negara Benelux berkat Perjanjian Paris (1951).
Setelah itu European Economic Community didirikan melalui Perjanjian Roma pada 1957 dan diimplementasikan pada 1 Januari 1958. Kemudian komunitas tersebut berubah menjadi Masyarakat Eropa yang merupakan pilar pertama dari Uni Eropa—yang resmi menaungi negara Eropa sejak penandatanganan Perjanjian Maastricht, 7 Februari 1992.
Pergantian nama sejak 1951 menandakan bahwa organisasi ini telah berevolusi menjadi sebuah kesatuan politik dari awalnya yang hanya merupakan kesatuan ekonomi. Kecenderungan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah kebijakan dalam UE, yang tidak hanya seperti koperasi, tetapi juga turut bermain dalam konstelasi politik dunia. UE tidak hanya menetapkan tarif eksternal bersama bea cukai, dan posisi yang sama dalam perundingan-perundingan perdagangan internasional, tetapi juga menjalin kerjasama dalam masalah-masalah kriminal, keamanan, termasuk pembentukan Satuan Reaksi Cepat Eropa dengan 60.000 anggota untuk maksud-maksud memelihara perdamaian, tentang asilum dan imigrasi.
Dan dengan penuh semangat, Finlandia dinobatkan sebagai ketua Uni Eropa sejak Juli 2006 untuk 6 bulan mendatang. Negara dengan ekonomi paling sehat di Eropa ini menjadi dirijen bagi paduan orkestra Ode untuk Kebahagiaan—lagu kebangsaan Uni Eropa.
Selaku ketua, Finlandia bertekad mengubah suasana pesimis yang menyelubungi Uni Eropa tahun belakangan ini. Bahkan pemekaran Uni Eropa yang kurang diterima masyarakat luas di negara-negara anggota Uni Eropa mendapat arti yang berbeda bagi Finlandia.
“Kami tidak mau hanya menjadi penjaga gawang,” demikian tegas PM Finlandia Matti Vanhanen pada presentasi rencananya selaku ketua Uni Eropa di muka Parlemen Eropa. Finlandia bertekad mengubah suasana yang tidak menentu semenjak penolakan pembuatan Konstitusi Eropa oleh Belanda dan Prancis hingga 2007 nanti.
Bagi Vanhanen, Belanda dan Prancis bukannya menentang rincian UU, melainkan iklim politiknya secara menyeluruh memang belum kondusif. Sikap kurang percaya dan was-was akan masa depan Eropa juga hendak dirombak oleh Finlandia. Selain itu Helsinki juga tidak mau menerima alasan menolak negara-negara baru menjadi calon anggota Uni Eropa dengan alasan yang kurang jelas. Hanya, Finlandia menangguhkan perundingan dengan Turki mengenai status keanggotannya bila tidak memenuhi tuntutan Uni Eropa. Masalah energi dan hubungan dengan Rusia adalah butir-butir penting dalam agenda Finlandia selaku ketua Uni Eropa.
Selama perang dingin, Finlandia bersikap netral dan tidak terlalu dicengkeram Uni Soviet. Ini adalah bukti bahwa Finlandia paham bagaimana harus bergaul dengan Rusia. Menurut Menlu Finlandia Erkki Tuomioja: “Mungkin kita akan tergantung dari gas Rusia, tapi Rusia juga tergantung dari pasar bebas kita.” Uni Eropa bersedia membuka peluang investasi gas dan pipa minyak Rusia, tapi sebaliknya Uni Eropa juga harus boleh masuk Rusia.
Sampai sekarang Rusia tidak bersedia membuka pasarnya. Namun menurut Camil
Eurlings, anggota parlemen Eropa dari Belanda, negara-negara anggota Uni Eropa
harus menyelaraskan dulu sikap mereka terhadap Rusia. Dan Finlandia bisa berperan dalam proses itu.
“Banyak negara Eropa Timur masih menyimpan rasa takut akan dominasi Soviet,
padahal mantan kanselir Jerman Gerhard Schroder, yang bisa disebut seorang
demokrat tulen, adalah teman Vladimir Putin. Jadi kita harus menemukan jalan
tengah,” demikian Eurlings.
Selain itu Finlandia bisa memanfaatkan jabatan mereka selaku ketua Uni Eropa
Untuk menghilangkan ganjalan akibat ucapan presiden Prancis Jaques Chirac.
Presiden Prancis itu menyindir bahwa makanan Finlandia lebih tidak enak lagi
daripada makanan orang Inggris, yang terkenal tidak enak. “Santapan yang kami
hidangkan akan mengubah semua prasangka orang mengenai makanan Finlandia,” demikian duta besar Finlandia di Belanda.

Dani Wicaksono/Wikipedia/Radio Nederland

No comments: