Saturday, November 18, 2006

Suku yang Menyanyikan Waltzing Matilda

Suku yang Menyanyikan Waltzing Matilda

Pada 25 Maret 2000, pemerintahan federal Australia menolak kebenaran laporan PBB mengenai adanya diskriminasi rasial terhadap suku Aborigin. Pemerintah berkilah, laporan itu tidak akurat dan kurang berimbang.
PBB sendiri tetap ngotot bahwa pelaksanaan hukum di Australia Barat dan Daerah Utara terlalu berpihak pada warga kulit putih, dan berlaku tidak adil terhadap orang-orang Aborigin. Ini jelas-jelas menciderai konvensi PBB yang berlaku secara internasional tentang penghapusan rasisme.
Juru bicara kelompok Aborigin, Daryl Melham, menyatakan bahwa laporan PBB tersebut cukup faktual dan seimbang. Ia sekaligus menegaskan bahwa persoalan diskriminasi negara terhadap warga Aborigin tidak hanya berskala internasional, tetapi juga memiliki akar historis yang panjang. Walaupun ditutup-tutupi oleh pemerintah, entah karena malu atau karena tak hendak menghentikan perlakuan itu, diskriminasi rasial itu tetap menjadi bahaya laten di Australia. Dan Aborigin tetap menjadi kelompok yang paling dirugikan.
Sejak kedatangan kapal pertama kolonialis Inggris yang dipimpin James Cook pada 1770, suku Aborigin seperti disisihkan dan dianggap hina seperti parasit. Padahal Aborigin (dan Torres Strait Islander) adalah suku pribumi yang diyakini sudah mendiami kawasan itu sejak 40.000 hingga 60.000 tahun lalu. Mereka juga memiliki sistem pemerintahan dan hukum tersendiri. Namun, Kapten Cook kemudian menyatakan hak kerajaan Inggris atas benua Australia.
Para imigran pun berdatangan. Kapal pertama dari Inggris tiba pada tanggal 26 Januari 1788, mengangkut para “pom” (prisoners of her majesty: tawanan sang ratu) untuk dibuang. Kemudian para pendatang bebas terus mengalir masuk, dan sampai 1861, jumlah penduduk Australia sudah mencapai 1.200.000. Pada pertengahan kedua abad 20, lebih dari 5.000.000 orang masuk ke Australia. Sekarang tak kurang dari 41% (19 juta orang) penduduk Australia dilahirkan baik di luar negeri atau anak dari pendatang yang dilahirkan di luar negeri.
Orang Aborigin dan Torres Strait Islander menderita kerugian dan ketidakadilan setelah berasimilasi dengan pendatang. Tanah pribumi diakuisisi dan dieksploitasi. Sistem sosial dan kekeluargaan dihancurkan. Selain itu, banyak dari antara mereka yang menjadi korban penyakit bawaan orang-orang kulit putih. Undang-undang Kebangsaan dan Kewarganegaraan (Nationality and Citizenship Act) 1948 memang mengakui hak kewarganegaraan dari semua penduduk Australia. Namun, kenyataannya tidak semua suku pribumi Australia memiliki semua hak politik, sosial dan ekonomi yang setara dengan orang Australia kulit putih.
Untuk mengatasi ketidakadilan ini, Parlemen Australia lantas membuat komitmen tentang persamaan hak bagi semua orang Australia pada 1966. Ini termasuk komitmen dalam proses rekonsiliasi dengan suku Aborigin dan Torres Strait Islander—khususnya dalam mengatasi kerugian sosial dan ekonomi mereka. Komitmen ini, anehnya, harus diulang lagi pada November 2000. Memang, proses menuju rekonsiliasi bukanlah persoalan mudah, tapi pengulangan komitmen yang sama itu mengindikasikan keberatan atau rintangan yang dihadapi Australia untuk mengatasi problem prasangka rasial.
Malahan, kenyataan menunjukkan bahwa penduduk pribumi (rata-rata) meninggal 20 tahun lebih cepat dibanding orang kulit putih. Jumlah pribumi yang tersisa, sekitar 469,135 orang, memiliki akses terbatas untuk pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk menuntut hak-haknya. Karena miskin, mereka tenggelam ke dalam belukar perdagangan obat bius, minuman keras, dan menjadi obyek penderita dari hukum Australia. Mereka lantas menjadi kelompok yang menyanyikan beberapa baris Watzing Matilda, lagu terkenal di Australia yang digubah oleh Banjo Paterson pada 1895.
//…/ Aku adalah korban tak bersalah dari jalan setapak yang buta/ dan aku lelah dengan semua tentara di sini/…/ segalanya berantakan/…/ Sekarang aku tidak membutuhkan simpatimu, kata sang buronan/ bahwa jalan-jalan itu bukanlah lagi tempat untuk bermimpi/…/ Menarilah Waltzing Matilda, Waltzing Matilda/ kamu akan menari Waltzing Matilda bersamaku//

Dani Wicaksono/BBC/Wikipedia/AP

No comments: