Saturday, November 18, 2006

Fredrik Reinfeldt, Perdana Menteri Baru Swedia

Suksesi di Swedia
Fredrik Reinfeldt, Perdana Menteri Baru Swedia

STOCKHOLM/JURNAL NASIONAL—Oposisi gabungan sayap kanan dan kelompok tengah pimpinan Fredrik Reinfeldt, ketua partai Moderat, yang berjanji untuk merevisi Swedia mengalahkan pemerintahan Demokrat Sosial dalam pemungutan suara yang ketat Minggu kemarin.
Perdana Menteri Demokrat Sosial Goeren Persson, yang telah memerintah selama satu decade, mengaku kalah dan menyampaikan bahwa pemerintahannya akan mundur setelah kinerja paling buruk partainya dalam mengikuti pemilu tahun ini.
Kertas suara yang selesai dihitung pada pukul 11 malam waktu setempat, tiga jam setelah pemilu ditutup, menegaskan bahwa Fredrik Reinfeldt dan sekutunya berhasil menarik 48,1 persen dukungan publik, sementara partai Demokrat Sosial bersama sekutunya dari kelompok tengah sayap kiri meraih 46,2 persen suara.
Partai Demokrat Sosial sendiri cuma memperoleh 35,2 persen suara, hasil paling buruk yang mereka tunjukkan sejak 1921. Goeren Persson, 57, yang menjabat sebagai perdana menteri sejak 1996, menyatakan bahwa ia akan meletakkan jabatan sebagai ketua partai pada Maret tahun depan.
Salah satu partai politik paling sukses di dunia ini telah memerintah Swedia—sendiri maupun berkoalisi—selama 65 dari 74 tahun terakhir. Kekalahan partai Demokrat Sosial ini tidak hanya menandakan keinginan rakyat untuk mengganti status quo, melainkan juga bahwa model kemakmuran sosial Swedia, dengan pajak yang tinggi dan tunjangan pengangguran yang berlimpah, membuat orang tidak suka bekerja terlalu lama—Persson sudah menjabat hingga 12 tahun, dan itu terlalu lama.
Nicholas Aylott, seorang pengamat politik dari Universitas Sodertorn, berkomentar dala msebuah interview: “Ada kesan bahwa pemerintah kelelahan. Mereka tidak punya arah yang jelas. Ke mana Swedia hendak di bawa pun tidak pasti.”
Berpidato dalam acara perayaan kemenangan partainya, Reinfeldt, 41, menyambut ribuan massa pendukungnya, yang telah memilih pertama kali untuk kemenangan partai Moderat, seraya mengatakan, “Malam ini, mereka yang tidak pernah terpikir untuk memilih kami, dan kemudian memilih kami, akan merasa seperti berada di rumah yang sama dengan partai Moderat.”
Berkenaan dengan kekalahan yang diderita partai Demokrat Sosial, Persson berkata pada anggota partai bahwa ia akan bertanggung jawab atas hasil pemilu yang buruk. Dari 9 juta populasi negara, dan tercatat ada 6,9 juta pemilih, perolehan suara mereka turun hingga 177.000 pemilih dibanding empat tahun lalu.
“Kami akan bekerja keras untuk menjadi oposisi yang kuat,” tegas Persson.
Reindfeldt sukses mengangkat isu pengangguran sebagai tema pokok kampanyenya. Kalau dihitung-hitung, Swedia makmur secara ekonomi: pertumbuhan ekonominya tahun ini sesuai target tahunan, yakni 4,1 persen, sementara pengangguran mencapai 5,7 persen.
Akan tetapi dengan jaminan sosial yang besar dan tingginya bantuan pemerintah untuk pengangguran, demikian Reinfeldt, membuat banyak orang terlempar dari bursa tenaga kerja. Ini adalah problem akut bagi pemerintah, yang berkaitan dengan warganegara berumur lanjut.
“Dalam bilangan persen, penduduk usia kerja yang tidak bekerja, atau sedang menempuh studi—termasuk mereka yang mengajukan pensiun dini, para pemagang kerja, dan para penderita cacat—dan ini disebut pengangguran, mencapai 21 persen,” ucap Reinfeldt.
Kalau menurut Persson, jaminan sosial terletak pada subsidi yang disalurkan pemerintah untuk rakyatnya. Bagi Reinfeldt, jaminan sosial ada pada kemampuan rakyat untuk bekerja dan berdikari.
Lebih lanjut, Reinfeldt mengemukakan program revitalisasi ekonomi dengan memotong pajak bagi pekerja berpendapatan rendah, mengurangi tunjangan pengangguran yang sekarang bahkan mencapai 80 persen dari gaji buruh, meningkatkan starndar keilmuan demi mempersiapkan generasi muda untuk bekerja di pasar yang lebih kompetitif, dan memberikan kemudahan pada para pengusaha untuk membayar pajak secara mengangsur, sehingga mereka dapat mempekerjakan para pengangguran untuk jangka waktu lama.

Dani Wicaksono/IHT/NYT

No comments: