Saturday, November 18, 2006

Banyak PR, Reinfeldt!

Banyak PR, Reinfeldt!

Awal September lalu, Fredrik Reinfeldt memimpin Aliansi (kanan-tengah-Moderat) untuk mematahkan dominasi kepemimpinan Partai Demokrat Sosial yang dipimpin Goeren Persson. Dengan begini, Reinfeldt menjadi perdana menteri selanjutnya, dan memimpin kabinetnya untuk menyelesaikan pekerjaan rumah welfare state Swedia.
Di Swedia, negara yang terkenal sebagai “Rumah Rakyat”, pekerjaan perdana menteri sekarang “hanyalah” memberi pekerjaan rakyatnya yang menganggur. Reinfeldt pun mengakui. “Dalam bilangan persen, penduduk usia kerja yang tidak bekerja, atau sedang menempuh studi-termasuk mereka yang mengajukan pensiun dini, para pemagang kerja, dan para penderita cacat—dan ini disebut pengangguran, mencapai 21 persen,” ucapnya semasa kampanye. Artinya, nyaris seperempat dari sekitar 9 juta rakyat Swedia menganggur.
Kalau dihitung-hitung, Swedia makmur secara ekonomi: pertumbuhan ekonominya tahun ini sesuai target tahunan, yakni 5,6 persen, sementara pendapatan per kapita mencapai US$26.200. Nilai ekspor dari mesin transportasi, produk-produk kayu, kertas, bahan-bahan kimia, dan produk-produk pabriknya mencapai US$121,7 miliar (2004). PDB Swedia juga luar biasa: US$255,4 miliar. Angka-angka tersebut secara teknis membuat salah satu negara Skandinavia itu pantas disebut makmur-sejahtera.
Akan tetapi dengan jaminan sosial yang besar dan tingginya bantuan pemerintah untuk pengangguran—yang disokong pendapatan pemerintah dari pajak (30-50 persen dari total pendapatan negara)—membuat banyak orang terlempar dari bursa tenaga kerja. Ini adalah problem akut bagi pemerintah, yang pada akhirnya juga berkaitan dengan warganegara berumur lanjut (karena pemerintah harus menanggung uang pensiun mereka). Maka Renfeldt harus membuat perubahan kebijakan, mengingat rakyat memilihnya bukan karena program pemotongan pajaknya, melainkan karena mereka mendambakan perubahan.
Secara sekilas, Reinfeldt sendiri mengusulkan program revitalisasi ekonomi dengan cara memotong pajak bagi pekerja berpendapatan rendah, dan mengurangi tunjangan pengangguran yang sekarang bahkan mencapai 80 persen dari gaji buruh. Ia pun siap meningkatkan starndar keilmuan demi mempersiapkan generasi muda untuk bekerja di pasar yang lebih kompetitif, dan memberikan kemudahan pada para pengusaha untuk membayar pajak secara mengangsur, sehingga mereka dapat mempekerjakan para pengangguran untuk jangka waktu lama.
Tore Robertsson, presiden dari firma Skydds yang berkedudukan di Malmo, menyampaikan kepada BBC: “Mungkin tidak akan ada revolusi liberal di Skandinavia—kita tidak menginginkan gagasan Anglo-Saxon itu—tetapi pastilah akan ada sedikit perubahan. Kita mungkin akan mendorong lebih banyak warga untuk mendirikan perusahaan, untuk mulai bekerja.” Kalau itu terjadi, masih menurut Robertsson, pemerintah harus men-deregulasi bursa tenaga kerja. Publik harus diyakinkan bahwa sebagian orang memang bisa sukses dan kaya kalau mau bekerja.
Reinfeldt yang mengetahui kelemahan welfare state Swedia, dan peduli pada hak warganegara untuk mendapatkan pekerjaan barangkali akan mempertimbangkan opsi ini. Ia memang menekankan upaya pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja tanpa mengganggu pekerjaan yang sudah ada. “Kita punya perekonomian yang kuat, tetapi kita tidak punya lapangan kerja. Kita butuh lebih banyak lapangan pekerjaan,” tandasnya.
Awalnya, sebagaimana diyakini oleh Goran Hagglund, ketua Demokrat Kristen, pemerintahan baru kemungkinan besar akan menurunkan tingkat pajak mulai tahun depan. Penurunan pajak akan berdampak pada pemotongan segala macam tunjangan sosial, yang akhirnya akan membuat orang tergerak untuk bekerja. “Sebab isi dompet para penganggur akan semakin tipis,” kata Hagglund.
Pemerintahan baru Swedia pun agaknya akan membuka bursa tenaga kerja dengan sejumlah insentif ekonomi supaya rakyat segera terjun ke dunia kerja. Insentif fiskal tersebut akan diguyurkan pada sektor jasa yang membutuhkan tenaga kerja miskin keterampilan seperti jasa pengelolaan rumah tangga. Di samping itu, Reinfeldt dikabarkan siap melakukan privatisasi dengan cara menjual saham minor atau mayor dari perusahaan yang dimilikinya kepada sekitar 57 perusahaan yang sudah diincar. Sehubungan dengan rencana ini, ekonom senior Swedia Klas Eklund mengatakan, “Target dari privatisasi (gelombang pertama) diharapkan mencapai 100 miliar kronor selama dua tahun.” Berarti pemerintah Swedia akan memiliki dana lebih dari cukup untuk melakukan banyak hal lainnya.
Rencana reformasi ekonomi yang hendak dilakukan Reinfeldt tampaknya akan mampu memenuhi targetnya bahwa 50.000 lapangan kerja baru akan tercipta dalam dua atau tiga tahun ke depan. Sementara itu, rakyat masih akan tetap menunggu. Tepatnya, menunggu dan masih mendapat tunjangan segala macam.

Dani Wicaksono/BBC/AFP/The Local/ Sydsvenska Dagbladet

No comments: