Saturday, November 18, 2006

Ada Paman Sam Bela Taiwan

Ada Paman Sam Bela Taiwan


Hubungan diplomatik AS-China (Republik Rakyat China) terbina begitu Richard Nixon mengunjungi Beijing pada 1970-an. Namun, bukan berarti Taiwan tersingkir. Negara yang juga dikenal dengan nama Republik China ini masih menikmati hubungan khusus dengan Amerika Serikat terutama di bidang ekonomi dan militer.
Sebelumnya, keterlibatan Amerika di Taiwan ditengarai dengan konflik kedaulatan China-Taiwan pada 1950-an. Waktu itu Amerika menganggap Taiwan sebagai salah satu basis peredam gerak laju komunisme di Asia. Semua kebutuhan Taiwan dicukupi agar tak mudah tercaplok oleh China. Bahkan Amerika mengirimkan Armada Angkatan Laut untuk melindungi Taiwan ketika Perang Korea yang meletus pada 1950 melibatkan RRC juga. Kepentingan AS di Taiwan—dan China, pada pemahaman tertentu—waktu itu agaknya lebih bersifat ideologis daripada ekonomis. Pernah pada sekitar 1978 Amerika hanya mengakui China sebagai pemegang mandat China bersatu. Hanya, Washington diam-diam masih menjual senjata kepada Taiwan.
Bagi Amerika, Taiwan adalah sekutu sejak 56 tahun lalu. Dengan Akta Hubungan AS-Taiwan yang disahkan oleh Kongres pada 1979, kerjasama kedua negara bisa diartikan juga sebagai ikatan legal bagi Amerika untuk mempertahankan Taiwan dari segala ancaman. Dengan demikian, segala yang terjadi di Selat Taiwan tidak bisa diabaikan begitu saja oleh para diplomat dan pembuat kebijakan AS. Setiap kali China menggemerincingkan goloknya untuk mengancam Taiwan, Amerika selalu berpihak ke Taiwan. Amerika selalu siap mengirimkan armadanya ke Taiwan untuk menandingi demonstrasi militer China. Selalu begitu, dan selalu hanya perang gertak.
Pada Juli 2005, misalnya, Asia dan dunia bahkan sempat digegerkan dengan hawa panas yang memancar dari konflik kedua wilayah yang satu bangsa itu. China mengumumkan bahwa ia telah menempatkan hampir 800 rudal penjelajah jarak pendek di basis-basis yang dekat dengan Taiwan. Dikabarkan bahwa moncong rudal-rudal itu telah mengarah ke Taiwan. Dan karena pada 2001 Presiden George W. Bush sudah berjanji bahwa “AS akan melakukan segala yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Taiwan”, maka AS pun mengirimkan pasukan dan senjatanya ke Taiwan. AS pun siap mempergunakan nuklirnya bila China nekat mengeluarkan senjata pamungkas itu. Konflik pun mereda lagi.
Hanya, kemungkinan akan pecahnya konflik bersenjata di antara keduanya membuat Taiwan merasa harus meningkatkan kemampuan militernya. Pada saat inilah AS sangat diuntungkan. Dengan Akta Hubungan Taiwan tersebut, Amerika Serikat juga “dituntut” untuk menyediakan senjata dan semua peralatan untuk mempertahankan Taiwan dari serbuan musuh. Rudal Patriot pun dikirimkan. Sistem radar pun ditingkatkan. Pesawat F-16 juga diterbangkan. Itu masih disertai dengan penasihat-penasihat militer yang berguna bagi Taiwan untuk membuat rudal Hsiung Feng III, misalnya. Kapal-kapal frigat Knox-class juga diberikan bersama heli-heli jenis Cobra.
Dalam terma yang paling pragmatis, kepentingan jenis inilah yang menjaga hubungan AS dan Taiwan. Paman Sam hendak menjual senjatanya yang mahal, sementara Taiwan butuh alat untuk membalas gertakan China. Selebihnya, mungkin karena Taiwan secara riil merupakan kekuatan ekonomi Asia yang signifikan, sekaligus salah satu pintu gerbang (selain Hongkong dan Singapura) bagi para investor untuk menanam modal di kawasan ini.

Dani Wicaksono/CNN/ NYT/VOA/Wikipedia/ NewsMax.com

No comments: